Sinar matanya begitu sempurna. Menusuk sampai ke hatiku. Inikah namanya belahan jiwa yang kutunggu. Genggaman tangannya begitu erat tapi hangat dan entah mengapa aku merasa dekat. Adakah kesempurnaan yang lebih dari ini ? Terlalu cepatkah aku menilai dan merasakannya? Aku terlalu sering mendustai hatiku dan bersandiwara memainkan peran hidupku, tapi ini bukan. Aku berdialog cukup lama dengan jiwaku. Aku paham dan mengerti benar bahwa aku sudah terlalu sering memainkan peran pura-pura. Menipu diriku, jiwaku , perasaanku dan mata hatiku. Aku terlalu terlena dengan segala kepedihan yang kujalani. Sekali lagi aku bertanya pada jiwaku, adakah kesempurnaan yang lebih dari ini, terlalu cepatkah aku menilai dan merasakannya? Menilai ada hati yang lain dimatanya, ada hati yang menjanjikan di matanya. Mata hati yang tulus. Suaranya yang sedikit berat, menguatkan beratnya beban hati ini.
Kutapaki jalan hari-hariku. Ada rasa sejuk seperti embun pagi jika bersamamu. Ah , mengapa waktu tak bisa berputar kembali. Sehingga detik yang akan kujalani tidak seperti sekarang ini. Aku menghempaskan diriku di ranjang, seperti biasa, malam berlalu sendiri. Kuintip di kisi-kisi jendela, ada cahaya bintang, yang selalu menemani aku dari dulu. Aku selalu percaya, hanya bintang yang setia menemani aku. Sudah beberapa malam ini, aku sering tersenyum sendiri ketika melihat bintang yang sedikit malu-malu mengintip. Aku menangkap sinar wajah dia disana. Cukup adilkah yang kurasakan ini, membagi ruang di hatiku dan menyakiti hati yang lain ?
Waktu berlalu, dunia memang serasa milik kita berdua . Begitu indah begitu nikmat. Andai waktu dapat kuputar kembali ke masa muda kita dulu, apakah kita juga akan sebahagia saat ini? Jari jemarimu yang membelai rambutku, pipiku dan seluruh tubuhku, sungguh suatu yang luar biasa yang belum pernah aku alami. Benar-benar dasyat dan menggetarkan. Sampai ke sukma dan titik terdalam jiwaku. Apa yang aku alami ini sepertinya tak ingin kuhentikan, walaupun aku tau begitu besar resikonya. Setiap detik begitu berharga untuk kita. Walaupun waktu begitu terbatas, kita seperti tak terpuaskan. Seperti tak ada waktu lagi untuk esok, takut tak terselesaikan.
Seiring berganti hari mengapa hatiku seperti tersayat ketika kau menceritakan tentang dia. Mengapa kau begitu marah ketika aku mengomentari sikapnya yang menurut aku tidak pantas untuk mu. Aku marah merasakan sikapmu itu. Aku merasakan cintamu yang terlalu dalam untuknya. Rasa cemburukah? Ya aku cemburu.Terlalu cemburu malah. Hatiku kembali menyayat, menggerus jiwa, sakit, sakit sekali. Aku terlalu mencintaimu. Tidak rela rasanya melihat kau bahagia dengannya.
Semakin hari aku semakin takut kehilanganmu. Tapi semakin hari aku semakin sadar bahwa kau tak kan termiliki. Ada dia dan dia, milikmu dan milikku. Suka atau tidak suka, harus belajar menerima kenyaataan, bahwa semua ini akan semakin sulit. Karena aku semakin dalam mencintaimu, sedalam jiwaku yang mengalir diseluruh nadi tubuhku. Kau sudah merasuki jiwaku, seluruh sel-sel syarafku mengalirkan cintamu, dan memompanya kejantungku dan itulah yang menguatkan aku sekarang. Kekuatan yang mengenyahkan segala kepedihan.Aku bersyukur untuk semua yang telah kau berikan. Hanya saja, apakah aku kuat jika semua ini berhenti ?
Sepanjang fajar demi fajar, malam bertemu malam, dan cahaya bintang yang datang, aku bertanya, apakah yang aku cari. Hatiku berdialog dengan jiwaku. Puaskah aku, bahagiakah aku? Aku bahagia. Kebahagiaan yang telah terlalu lama kutunggu. Aku begitu nelangsa dan putus asa, mengira kebahagiaan sudah tak kan mau menyapaku lagi. Akhirnya kebahagiaan datang seperti siraman air tatkala dahagaku datang. Akankah kulepas ini semua. Aku akan meronta apabila kehilanganmu sekarang. Jantungku mungkin kan berhenti berdetak, seiring putusnya aliran cinta ini ? Aku tak mau mengakhirinya. Sungguh tidak adil jika dihentikan sekarang. Terlalu cepat. Aku belum puas.
Mimpi ku tadi malam telah menghentakkan jiwaku, menyadarkan aku bahwa aku kini telah hidup diantara bayang-bayang, di dalam mimpi-mimpi. Kau melangkah semakin jauh, tak berpaling. Jalanmu begitu pelan, tapi mengapa tak mampu kukejar. Ada apa ini. Kutercenung menatap garis batas laut. Apakah sudah saatnya. Apakah ini harus dihentikan. Sanggupkan aku. Aku bahagia, memang - itu ku akui. Tapi aku berbahagia diatas penderitaan orang lain. Ada cintanya dihatimu, yang membuat hatimu bimbang melepaskanku. Ada rasa ragu dan takut. Ragu karena keegoisan kita, yang terlalu ingin memiliki. Takut menjadi saling menyakiti. Tapi cinta kita bukan cinta yang saling menyakiti. Cinta kita adalah cinta yang terlambat. Tak ada yang harus disesali dan disalahkan , bahkan waktu pun tak bersalah atas semua ini.
Dari hatiku yang paling dalam, aku mohon maaf dengan keputusanku. Hidupku belakangan ini adalah hidup dalam mimpi. Hidup dalam ruang abu-abu. Aku bahagia hanya di dekatmu, tapi aku menangis apabila kau tak hadir. Aku seperti menertawakan diriku sendiri. Menumpuk satu masalah dengan masalah baru. Kebahagiaan yang terkungkung selama ini,memang telah datang. Tapi itu semu dan tak abadi. Harus disadari bahwa ini memang hanya mimpi. Aku harus kembali ke duniaku yang sebenarnya. Dunia dengan satu syarat, bertahan dan bertahan. Untuk itulah aku hidup. Dengan segala duka yang terdalam yang pernah ada, kucoba mengais kebahagian dari sana. Aku tau aku harus mencoba bersabar . Selalu bertahan dan bertahan. Hanya masalah waktu saja. Walaupun aku tidak tau apakah dia benar-benar kan hadir di sisa usiaku nanti. Aku hanya bisa berharap, andai dia nyata.
mdn-051108
Tidak ada komentar:
Posting Komentar