Rabu, Mei 13, 2009

DAN JIWA-JIWA LANGIT PUN MENANGIS

Oh betapa nestapa sungguh tiada nan ramah terlihat

Celaan dan sumpahan menjadi makanan

Seakan-akan adalah vitamin kehidupan

Menambah energi raga jiwa gelapnya

Kepongahan adalah nadi yang membakar

Adalah heran jika sabar

Amarah menjadi adat istiadat

Mencekik bahasa hujat menghujat



Duhai adakah yang melihat ?

Seonggok jiwa kedinginan

Lapar dahaga menjadi teman

Nista di hina di pandang bagai si buruk rupa



Duhai adakah yang melihat ?

Seonggok jiwa terbodoh tak ber asa

Lapar bahasa lapar ilmu

Terseok-seok mengais diantara nista



Tangisan langit tangisan dunia

Merintih mendengar dendang serapah

Mengapalah carut marut tak pernah usai

Dimanakah jiwa-jiwa damai yang dahulu ?

Apatah murka RAJA tak berarti tanda ?

Tak gentarkah jika cobaan itu kembali dihantar ?

Tonggak panas yang diperebutkan

Menjadi saksi bahwa damai tlah tiada



Jika angkara menjadi murka

Dan jiwa-jiwa langitpun menangis

Apakah aku harus terpaku dalam diam

Mungkin menunggu RAJA kembali adalah harap

Tidak ada komentar:

Posting Komentar