sepenggal hati ini sulit untuk dibagi
namun mengapa ia merasa terbagi?
ah selongsong peluruh menembak sanubari
hancur terburai duka
sepenggal hati sudah terbagi
memburaikan pedih
luka itu telah menganga
entah kapan kering
Selasa, Mei 19, 2009
Kamis, Mei 14, 2009
SENDIRI
mataku menari-nari menatap lama
merekah senyum mereka
hanyut dalam gelak canda
berulang kali mataku menari-nari menatap yang lain
masih sama
mereka masih menyunggingkan suka
masih berulang-ulang mataku menari-nari menatap yang lain lagi
tetap sama
masih sama
kali ini lebih bahagia
oh hanya aku saja yang sendiri disini
tak pernah merasakan gelak canda
tawa sukacita bersama-sama
karena takdir ku
telah mengikuti ku untuk menyendiri di sini
hanya cukup menahan kerinduan yang amat sangat
untuk berkumpul seperti mereka
dalam gelak canda ria
r e u n i
merekah senyum mereka
hanyut dalam gelak canda
berulang kali mataku menari-nari menatap yang lain
masih sama
mereka masih menyunggingkan suka
masih berulang-ulang mataku menari-nari menatap yang lain lagi
tetap sama
masih sama
kali ini lebih bahagia
oh hanya aku saja yang sendiri disini
tak pernah merasakan gelak canda
tawa sukacita bersama-sama
karena takdir ku
telah mengikuti ku untuk menyendiri di sini
hanya cukup menahan kerinduan yang amat sangat
untuk berkumpul seperti mereka
dalam gelak canda ria
r e u n i
KILAT
Percikan menyambar-nyambar di langit siang tatkala gemuruh bersahut-sahutan mengguncangkan dada memekakan telinga.ada rasa takutku.ketika cahaya itu bergantian muncul di jendelaku.takut yang amat sangat.yang tak biasa
Send from my BlueBerry®
Send from my BlueBerry®
Rabu, Mei 13, 2009
BULAN TENGAH HARI
ada bulan di awan
ketika langit belum kelam
ada bulan di awan
di tengah tepat di atas kepalaku
bayangku berjalan
bulan seperti membayangi kami
seperti matahari terangmu
namun tak silau mataku
masih ada bulan di awan
mengapa kau disini saat ini ?
jika kau ada
di mana kah bintang ?
bukankah kau satu dengan nya ?
ada bulan di awan
dan matahari seperti tak peduli
tak berkawan
memalingkan muka
mengapa ?
jika bulan masih di awan
apa yang kan terjadi nanti ?
cemburu kah bintang jika dia bersanding
dengan sang raja siang ?
duhai bulan
mengapa kau datang di awan siang ini?
waktumu belum saat nya
pulanglah kau sekarang
bintang menantimu
temani dia malam ini
ketika langit belum kelam
ada bulan di awan
di tengah tepat di atas kepalaku
bayangku berjalan
bulan seperti membayangi kami
seperti matahari terangmu
namun tak silau mataku
masih ada bulan di awan
mengapa kau disini saat ini ?
jika kau ada
di mana kah bintang ?
bukankah kau satu dengan nya ?
ada bulan di awan
dan matahari seperti tak peduli
tak berkawan
memalingkan muka
mengapa ?
jika bulan masih di awan
apa yang kan terjadi nanti ?
cemburu kah bintang jika dia bersanding
dengan sang raja siang ?
duhai bulan
mengapa kau datang di awan siang ini?
waktumu belum saat nya
pulanglah kau sekarang
bintang menantimu
temani dia malam ini
MASIH MENCARI APA?
Apa yang sedang kau pikirkan kali ini ?
Terbang melayang-layang lagi?
Kali ini ingin sampai ke langit yang mana?
Seperti kau pernah katakan,
“Belum kutemukan batas-batas langit”
Bias matahari ditengah terik kerontangnya tengah hari
Ini, aku , mencoba mengulurmu agar tak pergi
Melepaskanmu sungguh amat berat
Amat berat….sangat
Kusudahi tatapanku,
menunduk setelah menengadah melambaimu
Pergilah…pergilah…
Aku tau tak kan capai sayapmu terbang
Mencari apa yang bergelut diantara awan
Niatmu terlalu kuat jika kutahan
Pergilah…pergilah….
Aku merelakanmu kali ini
Wahai angin, temani dia
Kau tau kemana arah kan membawanya
Ikuti saja, biarkan kepak sayap mengepak ke tujuan
Tetap kan kutunggu dikau pulang
***
Jika langit belum waktunya murka
Kepak sayapku tetaplah asa
Yang mencari tetap kan mencari
Ada dimana, hanya hati yang tau…
Teruslah mencari, jangan berhenti
Disanalah kan kutemukan rumah kita…
Dan aku akan pulang, terbang membawamu ke sana
Diam dalam damai
Terbang melayang-layang lagi?
Kali ini ingin sampai ke langit yang mana?
Seperti kau pernah katakan,
“Belum kutemukan batas-batas langit”
Bias matahari ditengah terik kerontangnya tengah hari
Ini, aku , mencoba mengulurmu agar tak pergi
Melepaskanmu sungguh amat berat
Amat berat….sangat
Kusudahi tatapanku,
menunduk setelah menengadah melambaimu
Pergilah…pergilah…
Aku tau tak kan capai sayapmu terbang
Mencari apa yang bergelut diantara awan
Niatmu terlalu kuat jika kutahan
Pergilah…pergilah….
Aku merelakanmu kali ini
Wahai angin, temani dia
Kau tau kemana arah kan membawanya
Ikuti saja, biarkan kepak sayap mengepak ke tujuan
Tetap kan kutunggu dikau pulang
***
Jika langit belum waktunya murka
Kepak sayapku tetaplah asa
Yang mencari tetap kan mencari
Ada dimana, hanya hati yang tau…
Teruslah mencari, jangan berhenti
Disanalah kan kutemukan rumah kita…
Dan aku akan pulang, terbang membawamu ke sana
Diam dalam damai
RINDU MALAIKAT TAK BERSAYAP
Bagai pedang membelah
Teriris mengiris
Nadi terluka, nanah terburai
Mengapa bukan darah ?
Terlalu perihkah ?
Gontai dia melangkah
Diantara keeping-keping sembilu
Meleleh diantara kulit
Menetes disudut mata hati
Jika aku bertanya benarkah kau akan kembali ?
Mengapa aku tetap tak berdaya
Segenggaman pasir panas ditangan ini
Tak berasa karena perihmu
Sengat di rongga hati
menangis menahan luka
Tangis tak kuat lagi
Menangis tapi kering
Lunglai aku tertatih
Mengais-ngais diantara hampa
Inikah yang kunanti ?
Mengapa kau tak kunjung kembali ?
Janjimu kau pasti datang
Mana ?
Kapan ?
Aku masih ingin menangis
Namun hanya ada kering
Aku menengadah sebentar
Langit menatapku nanar
Gemuruh tanda amarah
Tercekat kelu lidah ku
Tak mampu mengucap apa-apa
Tuhan,
Apakah waktunya sudah sampai?
Aku rindu malaikat tak bersayap
menjemputku…
*
*
*
*
buah karma dosa adalah maut
dan aku ikhlas menerimanya
Teriris mengiris
Nadi terluka, nanah terburai
Mengapa bukan darah ?
Terlalu perihkah ?
Gontai dia melangkah
Diantara keeping-keping sembilu
Meleleh diantara kulit
Menetes disudut mata hati
Jika aku bertanya benarkah kau akan kembali ?
Mengapa aku tetap tak berdaya
Segenggaman pasir panas ditangan ini
Tak berasa karena perihmu
Sengat di rongga hati
menangis menahan luka
Tangis tak kuat lagi
Menangis tapi kering
Lunglai aku tertatih
Mengais-ngais diantara hampa
Inikah yang kunanti ?
Mengapa kau tak kunjung kembali ?
Janjimu kau pasti datang
Mana ?
Kapan ?
Aku masih ingin menangis
Namun hanya ada kering
Aku menengadah sebentar
Langit menatapku nanar
Gemuruh tanda amarah
Tercekat kelu lidah ku
Tak mampu mengucap apa-apa
Tuhan,
Apakah waktunya sudah sampai?
Aku rindu malaikat tak bersayap
menjemputku…
*
*
*
*
buah karma dosa adalah maut
dan aku ikhlas menerimanya
DAN JIWA-JIWA LANGIT PUN MENANGIS
Oh betapa nestapa sungguh tiada nan ramah terlihat
Celaan dan sumpahan menjadi makanan
Seakan-akan adalah vitamin kehidupan
Menambah energi raga jiwa gelapnya
Kepongahan adalah nadi yang membakar
Adalah heran jika sabar
Amarah menjadi adat istiadat
Mencekik bahasa hujat menghujat
Duhai adakah yang melihat ?
Seonggok jiwa kedinginan
Lapar dahaga menjadi teman
Nista di hina di pandang bagai si buruk rupa
Duhai adakah yang melihat ?
Seonggok jiwa terbodoh tak ber asa
Lapar bahasa lapar ilmu
Terseok-seok mengais diantara nista
Tangisan langit tangisan dunia
Merintih mendengar dendang serapah
Mengapalah carut marut tak pernah usai
Dimanakah jiwa-jiwa damai yang dahulu ?
Apatah murka RAJA tak berarti tanda ?
Tak gentarkah jika cobaan itu kembali dihantar ?
Tonggak panas yang diperebutkan
Menjadi saksi bahwa damai tlah tiada
Jika angkara menjadi murka
Dan jiwa-jiwa langitpun menangis
Apakah aku harus terpaku dalam diam
Mungkin menunggu RAJA kembali adalah harap
Celaan dan sumpahan menjadi makanan
Seakan-akan adalah vitamin kehidupan
Menambah energi raga jiwa gelapnya
Kepongahan adalah nadi yang membakar
Adalah heran jika sabar
Amarah menjadi adat istiadat
Mencekik bahasa hujat menghujat
Duhai adakah yang melihat ?
Seonggok jiwa kedinginan
Lapar dahaga menjadi teman
Nista di hina di pandang bagai si buruk rupa
Duhai adakah yang melihat ?
Seonggok jiwa terbodoh tak ber asa
Lapar bahasa lapar ilmu
Terseok-seok mengais diantara nista
Tangisan langit tangisan dunia
Merintih mendengar dendang serapah
Mengapalah carut marut tak pernah usai
Dimanakah jiwa-jiwa damai yang dahulu ?
Apatah murka RAJA tak berarti tanda ?
Tak gentarkah jika cobaan itu kembali dihantar ?
Tonggak panas yang diperebutkan
Menjadi saksi bahwa damai tlah tiada
Jika angkara menjadi murka
Dan jiwa-jiwa langitpun menangis
Apakah aku harus terpaku dalam diam
Mungkin menunggu RAJA kembali adalah harap
Selasa, Mei 05, 2009
Mencoba
Aku mencoba menerima apapun yang kuhadapi dan kualami aku percaya bahwa semua akan indah pada waktunya
Send from my BlueBerry® Powered by my Strawberry •(^_^)•
Send from my BlueBerry® Powered by my Strawberry •(^_^)•
Langganan:
Postingan (Atom)